Kamis, 06 April 2017

hadits ahkam :diyat



BAB I
PEDAHULUAN


  1. Latar Belakang
Dalam hukum Islam hadist merupakan salah satu dari sumber hukum yang di gunakan sebagai referensi bagaimana cara untuk mengidentifikasikan sebuah kasus atau pelanggaran hukum dalam Islam baik untuk mengetahui syarat terjadinya sebuah pelanggaran ataupun akibat hukum/sanksi dari pelanggaran tersebut. Di dalam makalah ini kami akan membahas hadist tentang Al-jinayat, Al-diyat, dan Dawa al dam wa Al-qasamat bukan hanya sekedar membahas tetapi kami juga akan mengidentifikasikan hadist- hadist tersebut untuk dapat di kaji lebih dalam lagi, sehingga tidak akan muncul keraguan dan ketidak tahuan tentang hadist tersebut. Di karenakan di zaman semodern ini terutama remaja Islam melihat hadist hanya sekedar di baca saja tidak di tela’ah lebih dalam. Oleh karena itu seperti yang sudah kami katakana tujuan dari makalah ini yakni untukmenghilangkan keraguan dan ketidak tahuan hadist terutama tentang Al-jinayat, Al-diyat, dan Dawa al dam wa Al-qasamat.

  1. Rumusan masalah
     Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan sebuah masalah yakni:
1.      Apa arti dari jinayah, diyat dan qasamah
2.      Apa saja hadist tentang al jianayah, diyat dan qasamah
3.      Bagaimana identifikasi tentang hadist al jinayah, diyat dan qasamah

  1. Tujuan
1.      Mengetahui arti dari al jianayah, diyat dan qasamah
2.      Mengetahui apa saja hadist tentang al jianayah, diyat dan qasamah
3.      Mengatauhi cara mengidentifikasi hadist tentang al jianayah, diyat dan qasamah















BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Jinayah

Secara etimologis Jinayah berasal dari kata –yajnii jana jinnya  jinnayatu  yang  berarti idzanbi (berbuat dosa)  tannawalu jana yajni (menggapai atau memetik dan mengumpulkan).[1] Jinayat bentuk jamak dari Jinayah, diambil dari kata jana-yajni,artinya mengambil. Misalnya di katakan: jana ats-tsimar (mengambil buah), jika dia memetik buah dari pohon. Dikatakan juga, jana ‘alaqatimihi janayatan. Maksudnya melakukan tindak kejahatan yang diketahui sanksi hukum.[2]
Menurut terminologi Jinayyah adalah setiapa perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang adalah setiap perbuatan yang dicegah dan ditolak oleh syariat, lantaran mengandung bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta.[3]
Pengertian dari istilah  Jinayah  mengarah kepada  hasil perbuatan seseorang. Di kalangan fuqaha’, perkataan jinayah berarti perbuatan –perbuatan  yang terlarang menurut syara. Fuqaha menggunakan i-tikah hanya untuk perbuatan-perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa seperti pemukulan dan pembunuhan.[4]
Pengertian jinayah dibagi kedalam dua jenis, yaitu:
a.       Pengertian Luas
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’dan dapat mengakibatkan hukuman had atau ta’zir.
b.      Pengertian Sempit
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilatrang oleh syara’ dan dapat menimbulkan hukuman had bukan ta’zir.

        Abdul Qadir ‘Audah mendefiniisikan Jinayah yaitu suatu nama (istilah) untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, atau harta,atau lainnya. Fiqh Jinayah berbicara tentang bentuk-bentuk tindak kejahatan yang dilarang Allah untuk manusia melakukannya dan jika dilakukan maka ia berdosa  kepada Allah dan akibat dari dosa itu kan dirasakan azab Allah diakhirat. Dalam rangka mempertakut manusia melakukan kejahatan yang dilarang Allah itu. Allah menetapkan sanksi atau ancaman hukuman itu dalam bahasa fiqh disebut uqubah  dengan bahasa tentang jinayat diiringi dengan bahasa tentang uqubah Dalam istilah umum biasa dirangkum dalam “hukum pidana” salah satu contoh hadist tentang jinayah yaitu membahas tentang qishas
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda
Tidak dihalalkan membunuh seorang jiwa yang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga alasan : kufur setelah beriman, berzina setelah menikah, dan membunuh jiwa ydengan tanpa hak secara zalim dan aniaya. (HR. Al-Turmidziy dan al-Nasai, dengan isnad sahih).

Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang sangat berkaitan erat dengan hukum tindak pidana;
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”(Al-Baqaroh:179)
        Pemakalah berpendapat bahwa jinayah merupakan sebuah tindakan yang dilarang dan sepatutnya untuk dihindari seperti perbuatan yang telah diterangkan hadist diatas yakni kufur setelah beriman, berzina setelah menikah, dan membunuh jiwa ydengan tanpa hak secara zalim dan aniaya.

2.2.Qasamah
Al-Qasamah adalah masdar (kata terbitan) bagi “قسما أقسم”dan maknanya “حلف حلفا” (sumpah). Qasamah dari segi ialah sumpah. [5] Menurut pengertian syara  atau istilah, Qasamah ialah sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan pembunuhan, sebanyak 50 kali oleh 50 orang lelaki.
Para ulama berbeza pendapat mengenai kekuatan hukum dengan al-qasamah. Jumhur ulama fiqh mengatakan bahawa hukum yang ditetapkan dengan cara al-qasamah wajib dilaksanakan. Sekumpulan ulama yang lain mengatakan bahawa tidak dibolehkan menetapkan hukum dengan menggunakan cara al-qasamah.
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sahl ibn Abi Hatsmah;

“DariSahlibnuAbiHatsmahiaberkata:“Abdullahibn Sahal dan Muhaishah ibn Mas’ud pergi ke Khaibar yang waktu itu dalam keadaan damai; kemudian keduanya berpisah. Setelah itu Muhaishah mendatangi Abdullah ibn Sahal yang mati dengan berlumuran darah, lalu ia menguburkannya, setelah itu ia kembali ke Madinah. Abdurrahman ibn Sahal, dan Muhaishah serta Huwaishah keduanya anak ibn Mas’ud, pergi manghadap Nabi saw. Maka Abdurrahman memulai pembicaraan, tetapi Nabi berkata: panggillah orang yang lebih tua umurnya darimu, dan dialah yang berbicara mewakili kaummu maka Abdurrahman diam, dan berbicaralah dua orang saudara (Muhaishah dan Huwaishah). Nabi kemudian berkata:‘apakah kalian mau bersumpah dan kalia
n berhakterhadappembunuhsaudaramu?’mereka berkata: ‘bagaimana kami bersumpah, padahal kami tidak menyaksikan dan tidak pula melihat (peristiwa pembunuhan tersebut)?’ Nabi berkata: ‘kalian bisa meminta kepada kaum Yahudi (Khaibar) untuk bersumpah limapuluh kali.’ Mereka berkata lagi: ‘bagaimana kami akan menerima sumpah dari kaum kafir?’akhirnyaNabimembayardiat untuksikorbandarihartaNabisendiri.”{HadisRiwayatJama’ah}

Dari kedua hadis tersebut jelaslah bahwa qasamah pernah dilaksanakan oleh Nabi, meskipun pada awalnya qasamah itu merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh orang-orang arab zaman jahiliah, ketika mereka menghadapi kasus pembunuhan yang tidak ada bukti-bukti, baik saksi maupun pengakuan. Atas dasar hadis-hadis tersebut, jumhur ulama, seperti ulama mazhab empat, Zahiriyah, dan Syi’ah berpendapat bahwa qasamah merupakan salah satu cara pembuktian yang sah dan diakui untuk tindak pidana pembunuhan. Akan tetapi, beberapa fuqaha yang lain, seperti Salim ibn Abdullah, Abu Qalabah, Umar ibn Abdul Aziz, al Hakam ibn Utaibah, Qatadah, Sulaiman ibn Yasar, Ibrahim ibn Aliyah, dan Muslim ibn Khalid berpendapat bahwa qasamah tidak boleh dijadikan alat bukti untuk tindak pidana pembunuhan.Alasannyaadalahqasamah menyimpangdariprinsip-prinsippokokSyari’atIslam,yangmeliputiberikutini
.

Seseorang tidak boleh bersumpah kecuali atas apa yang ia ketahui secara pasti dan ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Sedangkan qasamah, wali korban sama sekali tidak mengetahui dan tidak menyaksikan pebunuhan, karena tindak pidana pembunuhan tersebut terjadi di tempat yang jauh dari tempat tinggal mereka ( keluarga korban). Pembuktian dan keterangan adalah pihak penuntut, sedangkan sumpah adalah hak terdakwa. Mengenai kelompok hadist sahal yang digunakan sebagai dalil oleh kelompok pertama, kelompok kedua ini dibantah oleh kelompok pertama dengan argumentasi, bahwa qasamah ditetapkan berdasarkan hadist yang khusus. Sehingga tidak bisa dibatalkan dengan dalil yang umum, melainkan justru mentaksiskannya. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keselamatan jiwa dan sebagai penjegahan terhadap pelaku ( pelanggaran hukum).
Jadi menurutkami menurut kami qasamah merupakan sebuah tindakan yang bagus di karenakan dengan adanya qaasamah maka sedikit kemungkinan terjadinya fitnah

2.3.Diyat

Menurut bahasa adalah denda yang berat, atau ganti rugi pembunuha. Menurut stilah adalah sejumlah harta yang wajib dibrikan kepada pihak pelaku pembunuhan/kejahatan kepada pihak teraniaya atau keluarganya untuk menghilangkan dendam, meringankan beban korban dan keluarganya.
 Menurut istilah adalah sejumlah harta yang dibebankan pelaku, karena terjadinya tindak pidana pembunuhan (penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya.[6] (Hukum Pidana Islam DRS. H. Ahmad Wardi Muslich Jakarta 2005 Sinar Grafika hal 166 )

B.     Beberapahadist yang menerangkantentangdiyat

وعن ابن عمر رضى الله عنهما عن الني صلى الله عليه وسلم قال :( ان اعتى الناس على الله ثلا ثة : من قتل فى حرم الله , او قتل غير قاتله او قتل لذ حل الجاهلية ) اخرجه ابن حبا ن فى حديث صححه

Dari Ibn Umar (r.a) daripadaNabi (s.a.w) bahwabagindabersabda:

“Manusia yang paling membangkang kepada Allah ada tiga kumpulan; pertama, orang yang melakukan pembunuhan di tanah haram; kedua, seseorang yang membunuh orang yang tidak membunuh mangsa; ketiga, orang yang membunuh karena balas dendam ketika masa jahiliah.” (Diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam hadis yang dinilai sahih dan aslinya ada di dalam Sahih al-Bukhari dari pada Ibn ‘Abbas: 1209).
Asbabul wurud dari hadist tersebut adalah Bani Bakar yang menyerang Bani Khuzaah. Padahal diantara mereka telah ada perjanjian damai di tanah haram. Mendengar hal tersebut akhirnya nabi menetapkan bahwa perdamaian ditetapkan kecuali atas dua kabilah tersebut. Kemudian nabi menyadarkan hadist tersebut.

Kandungan hukum dari hadist tersebut adalah :

1.      Pembunuhan yang dilakukan di tanah haram lebih kuat hukumannya, hal ini karena ada dua pelanggaran yaitu membunuh manusia itu sendiri dan melanggar aturan di tanah haram. Menurut Imam Syafi’I hukuman dari pelanggaran di atas adalah diyat mugholadzoh.

2.      Membunuh orang tidak bersalah (membunuh) adalah dosa besar.

3.      Dan demikian juga karena balas dendam dan permusuhan di masa lampau adalah dosa besar.


وعن عبد الله بن عمر وبن العاص رضى الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ( الا ان دية اخطاء وشبه العمد , ماكان با لسوط والعصا , مائة من الا بل , منها اربعون فى بطونها اولادها ) اخرجهاابوداودوالنساءى وابن ماجه,وصححه ابن حبان                                                                        


Dari Abdulah bin ‘Amr bin al-‘Ash (r.a) bahwaRasulullah (s.a.w) bersabda: “Ingatlah bahwa diyat pembunuhan silap dan pembunuhan mirip sengaja yang menggunakan cemeti dan tongkat adalah seratus unta, di mana empat puluh dari padanya mengandung anak dalam perutnya.” (Diriwayatkanoleh Abu Dawud, al-Nasa’i dan Ibn Majah dan dinilai sahih oleh Ibn Hibban:1210).
            Hadist tersebut menjelaskan tentang jenis pembunuhan tersalah dan pembunuhan seperti sengaja yang menggunakan cambuk dan tongkat adalah 100 ekor unta yang 40 ekor diantaranya adalah sedang hamil. Dapat diambil kesimpulan, bahwa pembunuhan tersebut memakai senjata, sehingga pembunuhan yang memiliki ciri-ciri serupa dikategorikan hukumnya sesuai hadist itu.

و عن ابن عباس عن النبى صلى الله عليه وسلم قال ( هذ ه و هذه سوا , يعنى الخنصر والاءبها م ) رواه البخارى ولابى داود والتر مذى : ( دية الاصا بع سوا , والا سنا ن سوا , الثنية والضرس سو ) ولابن حبان ( دية اصا بع اليدين والرجلين سوا ,عشرة من الابل لكل اصبع )       
                                        
Dari Abdullah bin ’Abbas (r.a)  Rasulullah (s.a.w), baginda bersabda: “Ini dan ini sama, yakni keingking dan ibu jari.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Sedangkan riwayat Abu Dawud dan al-Tirmizi berbunyi: “Diyat seluruh jari itu sama, seluruh gigi itu sama, sama ada geraham atau pungusi.” Sedangkan lafaz Ibn Hibban pula berbunyi: “Diyat jari kedua tangan dan kedua kaki itu sama; yaitu sepuluh ekor unta untuk setiap satu jari;1211.
            Hadist ini menjelaskan keumuman hokumnya atau tidak ada istisna (semua gigi itu sama). Demikian juga untuk jari tangan dan jari kaki. Walaupun pada prakteknya ada jari yang lebih sering dipakai tetapi hal itu tidak bisa mengubah ketentuan hukum.

وعنه ان النبى صلى الله عليه وسلم قال ( فى المواضع خمس , خمس , من الابل ) رواه احمد والاربعة , وزاد احمد ( ولأ صابع سوا , كلهن عشر , عشر , من الابل ) وصححه ابن خزيمة وابن الجارود          

Dari Amr bin Syu’aib bahwa Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Pada luka yang menyebabkan kelihatan tulang wajib dibayar dengan lima ekor unta.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Arba’ah dan Imam Ahmad menambahkan: “Seluruh jari itu sama; semuanya wajib dibayar dengan sepuluh ekor unta.” Ia dinilai sahih oleh Ibn Khuzaimah dan Ibn al-Jarud: 1213).
Hadist ini hampir sama maksudnya dengan hadists sebelumnya tetapi pada hadist ini ada keterangan tentang besarnya diyat dan ada keterangan tentang perbuatan yang menyebabkan luka yang tampak  tulangnya. Hadist ini mempunyai kandungan hukum yang bersifat umum. Hal ini tampak dari susunan kalimat awalnya yang berupa khobar muqaddam dan mubtada muakhar, sehingga berdasarkan hadits inisemua orang yang terkena diyat sebagaimana hadist tersebut.

وعن عمر وبن شعيب عن أبيه عن جده رضى الله عنهم رفعه قال ( من تطبب ولم يكن با لطب   معر وفا فأ صاب نفسا فما دونها , فهو ضامن ) أخرجه الدار قطنى وصححه احاكم , وهو عند أبى داود والنساءى وغيرهما,الاان من أرسله اقوى ممن وصله                                                               


Diriwayatkan dari pada ‘Amr bin Syu’aib dari pada ayahnya daripada datuknya dalam hadismarfu’ bahwa Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Barangsiapa yang memaksakan diri melakukan praktik kesehatan sedangkan dia tidak mempunyai kepakaran dalam ilmu perubatan lalu akibat perbuatannya itu merugikan nyawa atau anggota tubuh pesakit, maka orang itu wajib bertanggung jawab atas perbuatannya.” (Diriwayatkan oleh al-Daruquthni dan dinilai sahih oleh al-Hakim. Hadis ini turut diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa’i dan lain-lain, namun ulama yang menilai hadis ini mursal lebih kuat berbanding yang menilai hadis mawsul: 1212).
         Hadist ini menjelaskan hal yang istimewa, yaitu kesalahan dalam bidang kedokteran. Menurut Jumhurul ‘Ulama’ bila kesalahan itu terjadi tidak secara langsung, maka ia tidak terkena tuntutan, tetapi bila terjadi secara langsung makai abis dituntut, tapi itu pun ditnggung oleh keluarganya. Kecuali bila si dokter tersebut memang tidak mempunyai kemampuan mengobati sesuai ilmu kedokteran, mka ia wajib menanggung semua resiko kesalahnnya. Pendapat ini dikeluarkan oleh Jumhur Ulama’. Menurut Abu Hanifah: “orang yang melakukan kesalahan tidak sengaja tidak terkena diyat”. Menurut Al-Syafi’I kasus ini ditafshil, bila disebabkan kesalahan atau kelalaian dokter, ia terkena diyat sesuai kesalahannya dan ditanggung sendiri, bukan oleh keluarganya. Sedangkan bila kasus itu memang diluar kesengajaan, maka ia terkena tuntutan.

Jadi menurut kami:
1.      Diyat adalah sejumlah harta yang dibayarkan sebagai ganti rugi atas jiwa. Hal ini berlaku bila keluarga memaafkan. Bila tidak memaafkan terkena hukuman qishash (pembunuhan sengaja).

2.      Jenis pembunuhan tersalah dan pembunuhan seperti sengaja yang menggunakan senjata diyatnya 100 ekor unta yang 40 ekor diantaranya sedang hamil.

3.      Kesamaan untuk diyat jari-jari. Walaupun dalam penggunaannya tidak sama, adalah 10 ekor unta untuk setiap satu jari.


2.4   KUHP tentang Jinayah

Pembunuhan

Pasal  338 KUHP

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Penganiayaan

Pasal 351 KUHP

Ayat 1

Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Ayat 2

Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan idana penjara paling lama lima tahun.

Ayat 3

Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Ayat 4

Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan fisik.

Ayat 5

Percobaan uuntuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.



















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jinayyah adalah setiapa perbuatan yang dilarang. Perbuatan yang dilarang adalah setiap perbuatan yang dicegah dan ditolak oleh syariat, lantaran mengandung bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta. Qasamah ialah sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan pembunuhan, sebanyak 50 kali oleh 50 orang lelaki. Diyat ialah sejumlah harta yang dibebankan pelaku, karena terjadinya tindak pidana pembunuhan (penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya. Pada Jinayah apabila seseorang tidak dijatuhi hukuman Qhisash maka orang itu akan dikenakan diyat.
3.2 Saran
           
            Bacalah hadist dengan baik dan benar, dalam hal ini bukan hanya sekedar membacanya saja melainkan kita harus mengetahui sumber, kualitas dan pendapat para ulama untuk lebih meyakinkan kita tentang hadist tersebut


























DAFTAR PUSTAKA

 LabibMzdanHarniawati.RisalahFiqhIslam. BerkiblatpadaAhlussunahWalJamaa. Surabaya: 2001 Bintang Usaha Jaya

 Muhammad bin Ismail al-Kahlaniydan Ash-Shan’aniy. Subulus Salam Juz 3. Hidayat. Surabaya.

 Zainudin bin Abdul Azis al-Mulaibariy. FathulMuin. KaryaToha Putra. Semarang.

Muslich. Ahmad Wardi.hukum pidana Islam. Jakarta: 2005. Sinar Grafika



[1] M.Nurul irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta:2011. Amzah. hlm. 6
[2] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Jakarta:2012. Cakrawala Publishing. hlm.378             
[3] ibid
[4] A.Djazuli,Fiqh Jinayah. Jakarta:1996. PT. Raja Grafindo Persada. hlm.1,2
[5]Abd Al-Karim Zaidan, Sistem Kehakiman Islam,Terj Haji Mohd Saleh b. Haji Ahmad, Selangor:2010 Pustaka Haji Abdul Majid.hlm 297
[6]Ahmad Wardi Muslich, hukum pidana Islam Jakarta 2005 Sinar Grafika hal 166

Tidak ada komentar:

hukum jaminan : KEPASTIAN HUKUM GADAI TANAH PERTANIAN MASYARAKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dilalui oleh garis khatulistiwa, i...